Dalam keadaan terpojok biasanya kepribadian seseorang yang asli akan muncul. Atau ketika tertekan emosinya, akan ketahuan watak asli seseorang. Bunda Teresa dari Kalkuta memiliki cerita soal itu. Mari kita simak bersama lalu merenungkan kisah ini untuk kemudian kita ambil hikmah besar dibalik cerita ini.
Suatu malam, seorang pria datang ke rumah dan berbicara kepada saya. "Ada sebuah keluarga dengan delapan anak. Mereka belum makan seharian."
Aku kemudian mengambil beberapa makanan dan pergi ke rumah itu. Aku melihat wajah-wajah kelaparan dari anak-anak. Namun tak ada wajah menderita atau kesedihan di sana. Hanya rasa sakit karena kelaparan.
Saya memberikan beras kepada sang Ibu. Beras itu kemudian dibagi dua dan ia keluar rumah, membawa separuh beras tadi. Ketika kembali aku bertanya, "Dibawa kemana beras separuh tadi?"
"Ke tetangga saya. Mereka juga kelaparan."
Saya tidak terkejut bahwa ia memberikan separuh beras sebab orang miskin umumnya malah dermawan. Yang membuat saya terkejut ia tahu bahwa tetangganya kelaparan. Ada sebuah aturan, jika kita menderita, kita terlalu fokus ke diri sendiri sehingga tidak punya waktu untuk memperhatikan yang lain.
Lalu bagaimana dengan kita? Sanggupkah kita berlaku demikian hebat meskipun kita sendiri kekurangan. Hal ini sangat mudah diucapkan namun benar-benar sulit dilakukan. Sifat dasar manusia tidak bisa dijadikan pembenaran atas sikap egois kita. Kebesaran hati, keikhlasan berbagi benar-benar tak ada hubungannya dengan sifat alami manusia. Semoga kisah ini menyadarkan kita bahwa berbagi dengan sesama itu indah.
No comments:
Post a Comment