Advertising

Saturday, October 13, 2012

Kecanduan Sex, Salahkah?

"Dasar kau mata keranjang! Tidak bisa lihat wanita cantik lewat, langsung saja matanya jelalatan! Apa yang kau pikirkan?", ucap seorang wanita kepada pacarnya. Selama ini lekat konotasi bahwa semua laki-laki jika melihat wanita cantik selalu tertarik dan arahnya ke seksualitas. Jika dipikir secara nalar, bukankah wajar jika seorang laki-laki jika ada wanita sebagai lawan jenisnya tertarik? Justru yang tidak melirik itu yang perlu dipertanyakan. Hehe

Namun, hiperseks, seperti kecanduan seks, sedang dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), kitab suci untuk menentukan kondisi mental. Temuan ini berdasarkan sebuah penelitian yang melibatkan 207 orang yang telah dirujuk ke klinik kesehatan mental tanpa dketahui alasan dari rujukan tersebut.

Sebelum melakukan penelitian ini, terlebih dahulu para peneliti menentukan definis dari hiperseks. Berdasarkan kesepakatan mereka, hiperseks adalah fantasi seksual, dorongan seksual serta perilaku seksual yang berulang dan intens dalam kurun waktu lebih dari enam bulan.

Fantasi, dorongan, dan perilaku seksual ini juga menyebabkan penderitaan pada pasien, bahkan dapat mengganggu kehidupan pasien, seperti pekerjaan atau kehidupan sosial. Kecanduan seks yang disebabkan oleh penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang, atau kelainan mental yang lain, tidak dapat digolongkan sebagai hiperseks.

Oleh karenanya para peneliti juga menentukan bahwa mereka tidak mencoba mengarahkan perilaku seks umum, seperti sering melakukan hubungan seksual atau gemar menonton film porno, sebagai penyimpangan perilaku seksual. Dan diperlukan sebuah alat ukur yang tepat untuk bisa menganalisa kasus ini sehingga data yang didapat bisa akurat.

Sebagai alat ukur, para peneliti telah mendesain kuesioner yang dapat menentukan apakah seseorang menderita hiperseks atau tidak. Selain itu, peneliti juga menanyakan perilaku mana yang paling bermasalah bagi mereka, seperti masturbasi, menonton materi-materi porno, melakukan seks dengan orang yang lebih dewasa, aktivitas seks di dunia maya, aktivitas seks melalui telepon, atau mengunjungi klub penari bugil.

Ternyata, mayoritas mereka yang didiagnosis mengalami hiperseks menganggap masturbasi dan melihat materi porno sebagai masalah terbesar. Beberapa pasien bahkan melaporkan diri mereka sampai kehilangan pekerjaan karena tidak dapat menahan diri terhadap perilaku tersebut saat berada di kantor.

Para penderita hiperseks ini juga menyatakan mereka merasa terikat dengan perilaku tersebut meski telah berusaha sedemikian rupa untuk mengendalikannya. Mereka juga kerap mengabaikan dampak buruk dari perilaku tersebut bagi fisik atau mental, baik bagi diri mereka sendiri ataupun orang lain.

Laporan dari penelitian ini nantinya akan dikirim ke American Psychiatric Association (APA), organisasi yang bertanggung jawab menyusun DSM. Nantinya APA akan menentukan apakah hiperseks akan dimasukan ke dalam buku panduan berikutnya, yang akan dirilis musim panas tahun depan, atau tidak. (MyHealthNewsDaily)

Sumber

No comments:

Post a Comment